Kamis, 11 Januari 2018

Nanomaterial


NANOMATERIAL


1.1       Pendahuluan

Pengembangan nanoteknologi atau teknologi rekayasa zat bersekala nanometer belumlah tergolong lama. Orang yang pertama kali menciptakan istilah “nanoteknologi” adalah Profesor Nario Taniguchi dari Tokyo Science University pada tahun 1940. Ia mulai mempelajari mekanisme pembuatan nanomaterial dari kristal kuarts, silikon dan keramik alumina dengan menggunakan mesin ultrasonik. Komersialisasi (potensi penerapan nanoteknologi sesungguhnya tidak hanya pada piranti mikroelektronik saja tetapi juga pada berbagai industri membuka peluang aplikasi bahan dan teknologi nano di berbagai bidang, yakni pada produk makanan, kemasan, mainan anak, peralaatan rumah / kebun, kesehatan, kebugaran, obat-obatan, tekstil, keramik dan kosmetik.



1.2       Pembahasan 

Nanomaterial adalah bidang ilmu material dengan pendekatan berbasis Nanoteknologi. Nanoteknologi adalah pembuatan dan penggunaan materi atau devais pada ukuran sangat kecil. Materi atau devais ini berukuran antara (1 – 100) nanometer. Satu nm sama dengan satu-per-milyar meter (0.000000001 m), yang berarti 50.000 lebih kecil dari ukuran rambut manusia. Ukuran (1 – 100) nm ini disebut juga dengan skala nano (nanoscale). Jadi, dapat disimpulkan bahwa nanomaterial itu adalah bahan atau material yg berukuran sangat kecil (skala nano) yaitu 1-100 nm. Teknologi nano meliputi pencitraan, pemodelaan, pengukuran, fabrikasi dan memanipulasi sesuatu pada skala nano.







1.3       Sintesa Nanomaterial

            Pembuatan nanomaterial dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan top-down dan bottom-up.
1.      Top Down
Dalam pendekatan top-down, pertama bulk material dihancurkan dan dihaluskan sedemikian rupa sampai berukuran nano meter. Pendekatan top-down dapat dilakukan dengan teknik MA-PM (mechanical alloying-powder metallurgy) dan atau MM-PM (mechanical milling-powder metallurgy), Dalam mekanisme mechanical alloying, material dihancurkan hingga menjadi bubuk dan dilanjutkan dengan penghalusan butiran partikelnya sampai berukuran puluhan nanometer. Kemudian, bubuk yang telah halus disinter hingga didapatkan material final. Contohnya nano baja diperoleh dari penghalusan bubuk besi dan karbon hingga berukuran 30 nm, dan disinter pada suhu 723°C pada tekanan 41 Mpa dalam suasana gas nitrogen.
Teknik MM-PM (mechanical alloying-powder metallurgy) ini dapat dilakukan dengan :
a.       Ball Milling
Teknologi ball milling yaitu menggunakan energi tumbukan antara bola-bola penghancur dann dinding wadahnya. Untuk mendapatkan partikel nano dalam jumlah banyak dan dalam waktu relatif pendek, dilakukan inovasi pada mesin ball mill, dengan merubah putaran mill menjadi berlintasan planet (planetary) di dalam wadahnya yang memiliki tuas pada kedua sisi, untuk mengatur sudut putaran yang optimal. Dan distabilisasi dengan meng-gunakan larutan kimia seperti  polyvinyl alcohol (PVA) atau  polyethilene glycol (PEG)  sehingga membentuk nanokoloid yang stabil (Fahlefi, 2010)
b.      Ultrasonic Milling (sonikasi)
Prosesnya dengan cara menggunakan gelombang ultrasonik dengan rentang frekuensi 20 kHz – 10 MHz. Gelombang ultrasonik ditembakkan ke dalam mediium cair untuk menghasilkan kavitasi bubbleyang dapat membuat partikel memiliki diameter dalam skala nano. Gelombang ultrasonik bila berada di dalam medium cair akan dapat menimbulkan acoustic cavitation. Selama proses cavitation akan terjadi bubble collapse (ketidakstabilan gelembung), yaitu pecahnya gelombang akibat suara. Akibatnya akan terjadi peristiwa hotspot yang melibatkan energi yang sangat tinggi. Dimana hotspot adalah pemanasan lokal yang sangatintens sekitar 5000 K pada tekanan sekitar 1000 atm, laju pemanasan dan pendinginannya sekitar 1010 K/s

2.      Bottom Up
Dalam pendekatan bottom-up, material dibuat dengan menyusun dan mengontrol atom demi atom atau molekul demi molekul sehingga menjadi suatu bahan yang memenuhi suatu fungsi tertentu yang diinginkan. Sintesa nanomaterial dilakukan dengan mereaksikan berbagai larutan kimia dengan langkah-langkah tertentu yang spesifik sehingga terjadi suatu proses nukleasi yang meng-hasilkan nukleus-nukleus sebagai kandidat nanpartikel setelah melalui proses pertumbuhan. Laju pertumbuhan nukleus dikendalikan sehingga menghasilkan nanopartikel dengan distribusi ukuran yang relatif homogen. Paduan logam organik didekomposisi (di-reduksi) secara terkontrol sehingga ikatan logam dan ligannya terpisah. Ion-ion logam hasil posisi bernukleasi membentuk nukleus-nukleus yang stabil, yang dibangkitkan baik dengan menggunakan katalis maupun melalui proses tumbukan. Selanjutnya nukleus-nukleus stabil tersebut bertumbuh membentuk nanopartikel. Untuk menghindari proses aglomerasi antara nanopartikel-nanopartikel yang ada, langkah stabilisasi dilakukan dengan menggunakan larutan separator.

Gambar 1.1 Pembentukan nanomaterial logam koloid secara bottom-up

Pendekatan bottom up ini dapat dilakukan dengan :
a.       Dekomposisi termal
1)     Evaporasi
Dekomposisi lapisan tipis dengan cara penguapan dan pengembunan yang dilakukan di ruang vakum.
2)     Sputtering
Proses sputering adalah proses dengan cara penembakan bahan pelapis atau target dengan ion-ion berenergi tinggi sehingga terjadi pertukaran momentum. Proses sputtering mulai terjadi ketika dihasilkan lucutan listrik dan gas sputer secara listrik menjadi konduktif karena mengalami ionisasi.
3)     CVD (Chemical Vapour Deposition)
Merupakan proses yang didasarkan pada hidrolisis dan polikondensasi dari prekusor yang dibentuk melalui metode dip coating atau spin coating.
4)     MOCVD
Merupakan teknik deposisi uap kimia dengan metode pertumbuhan epitaksi pada material. Misalnya material semi konduktor yang berasal dari material metalorganik dan hidrida logam.

1.4       Pembagian Nanomaterial
a.      Nol dimensi     : Nanopartikel (oksida logam, semikonduktor, fullerenes)
b.      Satu dimensi    : Nanotubes, nanorods, nanowires
c.      Dua dimensi    : Thin films (multilayer, monolayer, self-assembled,
  mesoporous)
d.     Tiga dimensi    : Nanokomposit, nanograined, mikroporous, mesoporous,
  interkalasi, organik  dan anorganik hybrids.

1.5       Karakterisasi
            Terdapat beberapa macam alat untuk mengkarakterisasi material yang berukuran nanometer. Mikroskop cahaya tidak dapat digunakan untuk mengkarakterisasi material yang berukuran nanometer. Hal ini dikarenakan panjang gelombang cahaya tampak yang digunakan pada mikroskop cahaya memiliki panjang gelombang yang lebih besar daripada dimensi sistem yang diamati. Seperti yang diketahui bahwa panjang gelombang cahaya tampak sekitar 400-700 nm. Oleh karena itu, mikroskop cahaya tidak bisa mengamati sistem yang berukuran nanometer (Lia.et.al, 2010).
1.      SEM
Mikroskop elektron merupakan alat yang menggunakan sinar elektron berenergi tinggi untuk menguji objek yang berukuran sangat kecil. Pengujian ini dapat memperoleh informasi mengenai topografi, morfologi, komposisi dan kristalografi. SEM adalah salah satu tipe mikroskop elektron yang mampu menghasilkan resolusi tinggi dari gambaran suatu permukaan sampel.

2.      XRD
Difraksi Sinar X merupakan teknik yang digunakan dalam karakteristik material untuk mendapatkan informasi tentang ukuran atom dari material kristal maupun nonkristal. Difraksi tergantung pada struktur kristal dan panjang gelombangnya. Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis yang terbentuk.

3.      STM
Scanning Tunneling Mikroscopies (STM) merupakan mikroskop non-optik yang dapat digunakan untuk mengamati struktur permukaan suatu material. STM adalah mikroskop non-optik yang membaca probe listrik pada permukaan yang kemudian dicitrakan untuk mendeteksi arus listrik antara tip dan permukaan atom yang dipelajari. STM memungkinkan untuk memvisualisasikan densitas elektron dan mengetahui posisi masing-masing atom dan jari-jari permukaan kisi. STM menghasikan bentuk tiga dimensi dari permukaan yang berguna untuk mengkarakterisasi kekasaran permukaan dan mengetahui ukuran dan komposisi molekul yang menyusun permukaan atom.

4.      XRF
XRF adalah alat yang digunakan untuk menganalisis kandungan unsur dalam bahan yang menggunakan metode spektrometri. XRF merupakan pemancaran sinar X dari atom tereksitasi yang dihasilkan oleh tumbukan elektron berenergi tinggi, partikel-partikel lain, atau suatu berkas utama dari sinar X lain. Analisis menggunakan XRF dilakukan berdasarkan identifikasi dan pencacahan sinar-X karakteristik yang terjadi dari peristiwa efek foto listrik.

5.      TEM
Sama seperti SEM, TEM juga digunakan untuk mengkarakterisasi suatu material, biasanya untuk material berukuran nanometer. Namun TEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada SEM. Malah, High Resolutin TEM (HR-TEM) dapat menentukan lokasi atom-atom dalam material. Cara kerjanya pun sangat mirip dengan prinsip Rontgen dalam kedokteran.

6.      AFM
AFM merupakan alat pengkarakterisasi material dengan menggunakan gaya atom antar tip dan substrat. AFM adalah salah satu alat terpenting untuk pencitraan, mengukur, dan memanipulasi materi pada skala nano

Beberapa efek penting yang dimiliki benda jika ukurannya diperkecil menuju skala nano :
1.      Efek permukaan
Semakin kecil ukuran benda maka permukaan atom penyusun benda tersebut yang terekspos dipermukaan benda akan memiliki fraksi yang semakin besar. Nanomaterial memiliki surface area yang besar daripada material awalnya. Hal ini dapat meningkatkan reaktifitas kimia dan meningkatkan kekuatan sifat elektronik.

2.      Efek Ukuran
Hal ini diakibatkan karena ukuran dari nanomaterial menjadi komparabel dengan banyak parameter fisis seperti ukuran gelombang kuantum, mean free path, ukuran koherensi, dan domain dimensi yang kesemuanya menentukan sifat – sifat dari material.

3.      Efek Kuantum
Berdasarkan teori Kubo mengenai energi gap elektron yang dirumuskan sebagai:


ΔE=A/d^E      ... [1]

                        ΔE       : Energi gap
                        d          : diamete partikel
                        A         : Konstanta material
                        ^E        : Perbedaan energi
           
dimana ΔE adalah energi gap, d sebagai diameter partikel, dan A adalah konstanta material Ketika perbedaan energi (delta E) lebih besar dari nilai k.T (maksimal internal energi dari sistem), maka akan banyak sifat yang ada pada bulk material yang hilang dan digantikan dengan sifat yang unik.
Pita energi yang kontinyu tergantikan oleh energi level yang terpisah jika ukuran partikel mendekati radius Bohr dari elektron dalam padatan hal ini dikenal dengan efek kuantum. Untuk nanomaterial, energi bandgap sangat sensitif terhadap morfologinya (ukuran, bentuk, defek) dan dari distribusi komposisinya.
Kombinasi dari efek – efek tersebut menimbulkan munculnya sifat fisis yang berbeda dari sifat yang dimiliki oleh bulk materialnya. Fenomena unik yang dapat diamati pada sifat-sifat magnetik, mekanik, listrik, termal, optik, kimia dan biologi yaitu :

a)      Sifat Elektrik
b)      Sifat Magnetik
c)      Sifat Mekanik
d)     Sifat Optik
e)      Sifat Kimia
f)       Sifat Katalisis


1.6       Aplikasi Nanomaterial
            Beberapa contoh aplikasi nanomaterial adalah sebagai berikut :
1.      Kesehatan
·         Contrast agent untuk pencitraan sel dan terapi untuk mengobati kanker
·         Nanotecnology on a chip
·         Drug delivery vehicles
·         Kosmetik yang dapat melindungi diri dari bahaya sinar  ultraviolet.
2.      Lingkungan Hidup: Nanofiltration terutama digunakan untuk menghilangkan ion atau pemisahan fluida yang berbeda.
3.      Elektronika: Salah satu aplikasi dalam elektronika adalah sebagai Memori Storage.

1.7       Kelebihan dan Kekurangan Nanomaterial
            Kelebihan dari Nanomaterial adalah sebagai berikut :
·        Dengan ukuran partikel yang sangat kecil namun efisiensi yang jauh lebih tinggi dibanding pada saat partikel berukuran normal.
·        Fenomena unik sifat-sifat mekanik, fisika, kimia, biologi, listrik, termal dan elektrik pada skala nano membuka peluang aplikasi bahan dan teknologi nano diberbagai bidang.
·        Dengan adanya fenomena unik diatas maka banyak inovasi baru misalnya : mengubah polusi panas menjadi energi listrik, mobil berbahan baku nanas.
·        Penerapan material nano bukan hanya pada bidang teknik, melainkan juga pada produk makanan, obat-obatan, dan kosmetik.
·        Produk yang dihasilkan jauh lebih berkualitas, yaitu tidak mudah aus, hemat enrgi karena tahan panas, dan tidak memerlukan pendinginan, dengan demikian, akan menghemat biaya oprasional dan pemeliharaan serta ramah lingkungan.


Kekurangan dari nanomaterial adalah sebagai berikut :
·        Nanopartikel berbahaya bagi kesehatan karena Nanopartikel dapat mengganggu jalannya transportasi substansi vital masuk dan keluar sel, sehingga mengakibatkan kerusakan fisiologis sel dan mengganggu fungsi sel normal.
·        Bioavailability, didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk menembus membran/lapisan jaringan tubuh melalui berbagai cara paparan (kulit, pernafasan, dan pencernaan).
·        Bioaccumulation, didefinisikan sebagai kemampuan partikel yang terabsorpsi untuk terakumulasi didalam jaringan tubuh organisme dengan berbagai jalur paparan.
·        Toxic Potential, efek dari toksisitas nanomaterial dimungkinkan melalui berbagai sebab yaitu kemampuan oksidasi, inflamasi dari iritasi fisis, pelepasan dari radikal yang terkandung dan dari pengotor (impurities) dari pembuatan nanomaterial misalkan sisa katalis, pengotor bahan baku yang kurang murni.


webugm@ugm.ac.id /Nanomaterial Berlapis dan Berpori, Material Multifungsi oleh Karna Wijaya, 2010. (didownload tanggal 21-12-2011 pukul 09.30)
Lia. Kurnia, Darminto, Malik.A. 2010. Sintesis Dan Karakterisasi Partikel Nano Fe3O4 Yang Berasal Dari Pasir Besi Dan Fe3 O4 Bahan Komersial (Aldrich). Surabaya :ITS
Horasdia.S.____. Nanomaterial: Pendekatan Baru Penanggulangan Kanker Dan Diabetes. Bandung: Universitas Advent Indonesia