NANOMATERIAL
1.1 Pendahuluan
Pengembangan nanoteknologi atau teknologi rekayasa zat
bersekala nanometer belumlah tergolong lama. Orang yang pertama kali
menciptakan istilah “nanoteknologi” adalah Profesor Nario Taniguchi dari Tokyo Science University pada tahun 1940. Ia
mulai mempelajari mekanisme pembuatan nanomaterial dari kristal kuarts, silikon
dan keramik alumina dengan menggunakan mesin ultrasonik. Komersialisasi
(potensi penerapan nanoteknologi sesungguhnya tidak hanya pada piranti
mikroelektronik saja tetapi juga pada berbagai industri membuka peluang
aplikasi bahan dan teknologi nano di berbagai bidang, yakni pada produk
makanan, kemasan, mainan anak, peralaatan rumah / kebun, kesehatan, kebugaran,
obat-obatan, tekstil, keramik dan kosmetik.
1.2 Pembahasan
Nanomaterial adalah bidang ilmu
material dengan pendekatan berbasis Nanoteknologi. Nanoteknologi adalah
pembuatan dan penggunaan materi atau devais pada ukuran sangat kecil. Materi
atau devais ini berukuran antara (1 – 100) nanometer. Satu nm sama dengan satu-per-milyar
meter (0.000000001 m), yang berarti 50.000 lebih kecil dari ukuran rambut
manusia. Ukuran (1 – 100) nm ini disebut juga dengan skala nano (nanoscale). Jadi, dapat disimpulkan
bahwa nanomaterial itu adalah bahan atau material yg berukuran sangat kecil
(skala nano) yaitu 1-100 nm. Teknologi nano meliputi pencitraan,
pemodelaan, pengukuran, fabrikasi dan memanipulasi sesuatu pada skala nano.
1.3 Sintesa
Nanomaterial
Pembuatan
nanomaterial dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu
pendekatan top-down dan bottom-up.
1.
Top Down
Dalam
pendekatan top-down, pertama bulk material dihancurkan dan dihaluskan
sedemikian rupa sampai berukuran nano meter. Pendekatan top-down dapat
dilakukan dengan teknik MA-PM (mechanical
alloying-powder metallurgy) dan atau MM-PM (mechanical milling-powder metallurgy), Dalam mekanisme mechanical alloying, material
dihancurkan hingga menjadi bubuk dan dilanjutkan dengan penghalusan butiran
partikelnya sampai berukuran puluhan nanometer. Kemudian, bubuk yang telah
halus disinter hingga didapatkan material final. Contohnya nano baja diperoleh
dari penghalusan bubuk besi dan karbon hingga berukuran 30 nm, dan disinter
pada suhu 723°C pada tekanan 41 Mpa dalam suasana gas nitrogen.
Teknik
MM-PM (mechanical alloying-powder
metallurgy) ini dapat dilakukan dengan :
a.
Ball Milling
Teknologi ball milling yaitu
menggunakan energi tumbukan antara bola-bola penghancur dann dinding wadahnya.
Untuk mendapatkan partikel nano dalam jumlah banyak dan dalam waktu relatif
pendek, dilakukan inovasi pada mesin ball
mill, dengan merubah putaran mill menjadi berlintasan planet (planetary) di dalam wadahnya yang
memiliki tuas pada kedua sisi, untuk mengatur sudut putaran yang optimal. Dan
distabilisasi dengan meng-gunakan larutan kimia seperti polyvinyl alcohol (PVA) atau polyethilene glycol (PEG) sehingga
membentuk nanokoloid yang stabil (Fahlefi, 2010)
b.
Ultrasonic Milling (sonikasi)
Prosesnya dengan cara menggunakan gelombang
ultrasonik dengan rentang frekuensi 20 kHz – 10 MHz. Gelombang ultrasonik
ditembakkan ke dalam mediium cair untuk menghasilkan kavitasi bubbleyang
dapat membuat partikel memiliki diameter dalam skala nano. Gelombang ultrasonik
bila berada di dalam medium cair akan dapat menimbulkan acoustic cavitation.
Selama proses cavitation akan terjadi
bubble collapse (ketidakstabilan
gelembung), yaitu pecahnya gelombang akibat suara. Akibatnya akan terjadi
peristiwa hotspot yang melibatkan energi yang sangat tinggi. Dimana hotspot
adalah pemanasan lokal yang sangatintens sekitar 5000 K pada tekanan sekitar
1000 atm, laju pemanasan dan pendinginannya sekitar 1010 K/s
2.
Bottom Up
Dalam
pendekatan bottom-up, material dibuat
dengan menyusun dan mengontrol atom demi atom atau molekul demi molekul
sehingga menjadi suatu bahan yang memenuhi suatu fungsi tertentu yang
diinginkan. Sintesa nanomaterial
dilakukan dengan mereaksikan berbagai larutan kimia dengan langkah-langkah
tertentu yang spesifik sehingga terjadi suatu proses nukleasi yang
meng-hasilkan nukleus-nukleus sebagai kandidat nanpartikel setelah melalui
proses pertumbuhan. Laju pertumbuhan nukleus dikendalikan sehingga menghasilkan
nanopartikel dengan distribusi ukuran yang relatif homogen. Paduan logam organik didekomposisi (di-reduksi)
secara terkontrol sehingga ikatan logam dan ligannya terpisah. Ion-ion logam
hasil posisi bernukleasi membentuk nukleus-nukleus yang stabil, yang
dibangkitkan baik dengan menggunakan katalis maupun melalui proses tumbukan.
Selanjutnya nukleus-nukleus stabil tersebut bertumbuh membentuk nanopartikel.
Untuk menghindari proses aglomerasi antara nanopartikel-nanopartikel yang ada,
langkah stabilisasi dilakukan dengan menggunakan larutan separator.
Gambar 1.1 Pembentukan nanomaterial logam koloid
secara bottom-up
Pendekatan
bottom up ini dapat dilakukan dengan :
a. Dekomposisi termal
1) Evaporasi
2) Sputtering
Proses sputering adalah proses dengan cara
penembakan bahan pelapis atau target dengan ion-ion berenergi tinggi sehingga
terjadi pertukaran momentum. Proses sputtering mulai terjadi ketika dihasilkan
lucutan listrik dan gas sputer secara listrik menjadi konduktif karena
mengalami ionisasi.
3) CVD (Chemical
Vapour Deposition)
Merupakan proses yang didasarkan pada hidrolisis
dan polikondensasi dari prekusor yang dibentuk melalui metode dip coating atau spin coating.
4) MOCVD
Merupakan teknik deposisi uap kimia dengan
metode pertumbuhan epitaksi pada material. Misalnya material semi konduktor
yang berasal dari material metalorganik dan hidrida logam.
1.4 Pembagian Nanomaterial
a. Nol dimensi :
Nanopartikel (oksida logam, semikonduktor, fullerenes)
b. Satu dimensi :
Nanotubes, nanorods, nanowires
c. Dua dimensi :
Thin films (multilayer, monolayer, self-assembled,
mesoporous)
d. Tiga dimensi :
Nanokomposit, nanograined, mikroporous, mesoporous,
interkalasi,
organik dan anorganik hybrids.
1.5 Karakterisasi
Terdapat beberapa macam alat untuk mengkarakterisasi material
yang berukuran nanometer. Mikroskop cahaya tidak dapat digunakan untuk
mengkarakterisasi material yang berukuran nanometer. Hal ini dikarenakan
panjang gelombang cahaya tampak yang digunakan pada mikroskop cahaya memiliki
panjang gelombang yang lebih besar daripada dimensi sistem yang diamati.
Seperti yang diketahui bahwa panjang gelombang cahaya tampak sekitar 400-700
nm. Oleh karena itu, mikroskop cahaya tidak bisa mengamati sistem yang
berukuran nanometer (Lia.et.al, 2010).
1. SEM
Mikroskop
elektron merupakan alat
yang menggunakan sinar elektron berenergi tinggi untuk menguji objek yang
berukuran sangat kecil. Pengujian ini dapat memperoleh informasi mengenai
topografi, morfologi, komposisi dan kristalografi. SEM adalah salah satu tipe
mikroskop elektron yang mampu menghasilkan resolusi tinggi dari gambaran suatu
permukaan sampel.
2. XRD
Difraksi
Sinar X merupakan teknik yang digunakan dalam karakteristik material untuk
mendapatkan informasi tentang ukuran atom dari material kristal maupun
nonkristal. Difraksi tergantung pada struktur kristal dan panjang gelombangnya.
Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis
yang terbentuk.
3. STM
Scanning
Tunneling Mikroscopies (STM) merupakan mikroskop non-optik yang dapat digunakan untuk
mengamati struktur permukaan suatu material. STM adalah mikroskop non-optik
yang membaca probe listrik pada permukaan yang kemudian dicitrakan untuk
mendeteksi arus listrik antara tip dan permukaan atom yang dipelajari. STM
memungkinkan untuk memvisualisasikan densitas elektron dan mengetahui posisi
masing-masing atom dan jari-jari permukaan kisi. STM menghasikan bentuk tiga
dimensi dari permukaan yang berguna untuk mengkarakterisasi kekasaran permukaan
dan mengetahui ukuran dan komposisi molekul yang menyusun permukaan atom.
4. XRF
XRF adalah alat yang digunakan untuk menganalisis
kandungan unsur dalam bahan yang menggunakan metode spektrometri. XRF merupakan
pemancaran sinar X dari atom tereksitasi yang dihasilkan oleh tumbukan elektron
berenergi tinggi, partikel-partikel lain, atau suatu berkas utama dari sinar X
lain. Analisis menggunakan XRF dilakukan berdasarkan identifikasi dan
pencacahan sinar-X karakteristik yang terjadi dari peristiwa efek foto listrik.
5. TEM
Sama seperti SEM, TEM juga digunakan untuk
mengkarakterisasi suatu material, biasanya untuk material berukuran nanometer.
Namun TEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada SEM. Malah, High Resolutin TEM (HR-TEM) dapat
menentukan lokasi atom-atom dalam material. Cara kerjanya pun sangat mirip
dengan prinsip Rontgen dalam kedokteran.
6. AFM
AFM merupakan alat pengkarakterisasi material
dengan menggunakan gaya atom antar tip dan substrat. AFM adalah salah satu alat terpenting
untuk pencitraan, mengukur, dan memanipulasi materi pada skala nano
Beberapa efek penting yang dimiliki benda jika ukurannya
diperkecil menuju skala nano :
1. Efek permukaan
Semakin kecil ukuran benda maka permukaan atom
penyusun benda tersebut yang terekspos dipermukaan benda akan memiliki fraksi
yang semakin besar. Nanomaterial
memiliki surface area yang
besar daripada material awalnya. Hal ini dapat meningkatkan reaktifitas kimia
dan meningkatkan kekuatan sifat elektronik.
2. Efek Ukuran
Hal ini diakibatkan karena ukuran dari
nanomaterial menjadi komparabel dengan banyak parameter fisis seperti ukuran
gelombang kuantum, mean free path, ukuran koherensi, dan domain dimensi
yang kesemuanya menentukan sifat – sifat dari material.
3. Efek Kuantum
Berdasarkan teori Kubo mengenai energi gap
elektron yang dirumuskan sebagai:
ΔE=A/d^E ... [1]
ΔE :
Energi gap
d :
diamete partikel
A :
Konstanta material
^E :
Perbedaan energi
dimana ΔE adalah energi gap, d sebagai
diameter partikel, dan A adalah konstanta material Ketika perbedaan energi (delta E) lebih besar dari nilai k.T
(maksimal internal energi dari sistem), maka akan banyak sifat yang ada pada
bulk material yang hilang dan digantikan dengan sifat yang unik.
Pita energi yang kontinyu tergantikan oleh
energi level yang terpisah jika ukuran partikel mendekati radius Bohr dari
elektron dalam padatan hal ini dikenal dengan efek kuantum. Untuk nanomaterial,
energi bandgap sangat sensitif terhadap morfologinya (ukuran, bentuk, defek)
dan dari distribusi komposisinya.
Kombinasi dari efek – efek tersebut
menimbulkan munculnya sifat fisis yang berbeda dari sifat yang dimiliki oleh bulk materialnya. Fenomena unik yang dapat
diamati pada sifat-sifat magnetik, mekanik, listrik, termal, optik, kimia dan
biologi yaitu :
a) Sifat Elektrik
b) Sifat Magnetik
c) Sifat Mekanik
d) Sifat Optik
e) Sifat Kimia
f) Sifat Katalisis
1.6 Aplikasi Nanomaterial
Beberapa contoh aplikasi nanomaterial adalah sebagai berikut
:
1. Kesehatan
·
Contrast
agent untuk pencitraan sel dan terapi untuk mengobati kanker
·
Nanotecnology on a chip
·
Drug delivery vehicles
·
Kosmetik
yang dapat melindungi diri dari bahaya sinar ultraviolet.
2. Lingkungan Hidup: Nanofiltration terutama digunakan untuk menghilangkan ion atau
pemisahan fluida yang berbeda.
3. Elektronika: Salah satu aplikasi dalam
elektronika adalah sebagai Memori Storage.
1.7 Kelebihan dan Kekurangan Nanomaterial
Kelebihan dari Nanomaterial adalah sebagai berikut :
·
Dengan
ukuran partikel yang sangat kecil namun efisiensi yang jauh lebih tinggi
dibanding pada saat partikel berukuran normal.
·
Fenomena
unik sifat-sifat mekanik, fisika, kimia, biologi, listrik, termal dan elektrik
pada skala nano membuka peluang aplikasi bahan dan teknologi nano diberbagai
bidang.
·
Dengan
adanya fenomena unik diatas maka banyak inovasi baru misalnya : mengubah polusi
panas menjadi energi listrik, mobil berbahan baku nanas.
·
Penerapan
material nano bukan hanya pada bidang teknik, melainkan juga pada produk
makanan, obat-obatan, dan kosmetik.
·
Produk
yang dihasilkan jauh lebih berkualitas, yaitu tidak mudah aus, hemat enrgi
karena tahan panas, dan tidak memerlukan pendinginan, dengan demikian, akan
menghemat biaya oprasional dan pemeliharaan serta ramah lingkungan.
Kekurangan dari nanomaterial adalah sebagai berikut :
·
Nanopartikel
berbahaya bagi kesehatan karena Nanopartikel dapat mengganggu jalannya transportasi
substansi vital masuk dan keluar sel, sehingga mengakibatkan kerusakan
fisiologis sel dan mengganggu fungsi sel normal.
·
Bioavailability, didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk
menembus membran/lapisan jaringan tubuh melalui berbagai cara paparan (kulit,
pernafasan, dan pencernaan).
·
Bioaccumulation, didefinisikan sebagai kemampuan partikel yang
terabsorpsi untuk terakumulasi didalam jaringan tubuh organisme dengan berbagai
jalur paparan.
·
Toxic Potential, efek dari toksisitas nanomaterial dimungkinkan
melalui berbagai sebab yaitu kemampuan oksidasi, inflamasi dari iritasi fisis,
pelepasan dari radikal yang terkandung dan dari pengotor (impurities) dari
pembuatan nanomaterial misalkan sisa katalis, pengotor bahan baku yang kurang
murni.
webugm@ugm.ac.id /Nanomaterial Berlapis dan Berpori, Material Multifungsi
oleh Karna Wijaya, 2010. (didownload tanggal 21-12-2011 pukul 09.30)
Lia. Kurnia, Darminto, Malik.A. 2010. Sintesis Dan
Karakterisasi Partikel Nano Fe3O4 Yang Berasal Dari Pasir Besi Dan Fe3 O4 Bahan
Komersial (Aldrich). Surabaya :ITS
Horasdia.S.____. Nanomaterial: Pendekatan Baru
Penanggulangan Kanker Dan Diabetes. Bandung: Universitas Advent Indonesia